Satelit NASA Jatuh, Indonesia Diharap Waspada
NASA memberikan peringatan bahwa The Upper Atmosphere Research Satellite (UARS), satelit yang sudah mati, akan jatuh ke Bumi dalam enam minggu ke depan ini. Kendati begitu, NASA belum bisa memprediksi tanggal yang tepat mengenai jatuhnya satelit ini.
UARS adalah satelit yang diluncurkan pada tanggal 15 September 1991 oleh pesawat luar angkasa Discovery dan diperkirakan masuk Bumi pada akhir bulan ini atau awal Oktober mendatang. Satelit ini sudah tidak berfungsi sejak 14 Desember 2005 dan pada pada dasarnya didesain untuk misi selama 3 tahun.
UARS mengandung senyawa kimia yang diperoleh dari lapisan ozon, angin, dan suhu di stratosfer, serta masukan energi dari Matahari.
Satelit ini memiliki panjang 11 meter dan diameter mencapai 4,5 meter. Seperti dikutip dari TG Daily, meski satelit ini akan menjadi potongan-potongan terpisah saat masuk ke Bumi, tapi tidak semua bagian terbakar di atmosfer.
Risiko menyangkut keselamatan publik dan beberapa bangunan yang mungkin terkena reruntuhan dari UARS sangat tinggi. NASA mengimbau agar pihak-pihak yang menemukan potongan satelit dari ruang angkasa ini menghindar. Semua pihak pun diminta proaktif melaporkan kepada yang berwajib jika menemukan potongannya.
Data terbaru menunjukkan, UARS mengorbit 155 sampai 280 kilometer dengan kemiringan 57 derajat ke arah khatulistiwa. NASA memperkirakan bangkai satelit ini akan mendarat pada suatu tempat antara 57 derajat khatulistiwa ke arah selatan atau 57 derajat ke arah utara.
Bila benda ini tidak terbakar di atmosfer, maka akan menimbulkan kerusakan dan kehancuran yang sangat parah terhadap beberapa bangunan di Bumi (sumber).
Satelit NASA Kecil Kemungkinan Jatuh di Indonesia
Sehubungan dengan peringatan NASA yang memperingatkan penduduk Bumi untuk berhati-hati kejatuhan pecahan satelit seberat 6 ton dari langit, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan kecil kemungkinan akan jatuh di Indonesia.
“Satelit semacam ini biasanya jatuh melewati ekuator. Mengingat posisi Indonesia di ekuator maka kemungkinan kejatuhan puing akan sangat kecil,” ujar Peneliti Senior Astronomi dan Astrofisika LAPAN, Thomas Djamaluddin (20/9).
Menurut Thomas, kemungkinan pemukiman kejatuhan puing dari satelit ini sangat kecil. Sebagian puing dari satelit NASA yang sudah tidak aktif ini diperkirakan akan jatuh di lautan, gunung dan gurun.
“Kemungkinan puing menjatuhi wilayah pemukiman kecil sekali,” katanya.
Ia menjelaskan posisi satelit berada di 190 km di atas permukaan bumi dan kecepatan untuk sampai pada titik kejatuhan di 120 km terjadi dalam hitungan hari dan kecepatan kejatuhan puing satelit ini dipengaruhi sinar matahari.
Pada Jumat (16/9), pejabat NASA mengatakan benda yang jatuh itu adalah sebuah satelit mati. Mereka memperkirakan benda seberat 6 ton itu akan pecah menjadi 26 bagian pada saat mendekati Bumi.
Menurut perhitungan NASA, satelit tersebut akan jatuh di 57 derajat lintang utara dan 57 derajat lintang selatan. Setengah puing satelit ini akan terbakar namun sisanya menghantam permukaan Bumi. Diprediksi satelit itu akan jatuh di Bumi pada 23 September (sumber).
Satelit 5 Ton yang Akan Jatuh ke Bumi, Lintasi Indonesia Sore Ini
Jakarta - Satelit milik AS yang telah menjadi sampah angkasa diperkirakan jatuh ke Bumi pekan ini. Track-It milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah mendeteksi keberadaan satelit berbobot tak kurang dari 5 ton itu. Sore ini satelit itu bakal melintasi wilayah Indonesia.
Satelit yang akan jatuh ke bumi itu adalah Upper Atmospheric Research Satellite (UARS). Setelah melewati atmosfer Bumi, satelit ini bisa jatuh di mana saja, antara 57 derajat utara dan 57 derajat selatan ekuator.
"Sebenarnya sejak kemarin sudah mulai terlihat di Track-It, tapi ketinggian satelit masih di atas 200 km. Diperkirakan pukul 17.00 WIB akan melintasi Nusa Tenggara dan Sulawesi dengan ketinggian di bawah 200 km," ujar peneliti bidang matahari dan antariksa LAPAN, Abdul Rahman, dalam perbincangan dengan detikcom, Rabu (21/9/2011).
Track-It adalah program untuk memudahkan pemantauan pada benda buatan yang mengitari Bumi dan berpotensi jatuh bila ketinggiannya cukup rendah. Benda-benda di angkasa yang mengelilingi bumi dan berpotensi jatuh, umumnya adalah sampah antariksa. Sampah-sampah itu antara lain satelit atau perangkat. Sampah antariksa yang jatuh apabila jatuh tidak dapat diatur kapan dan di mana jatuhnya.
Berapa ketinggian pastinya, Anda bisa ikut mengamati pemantauan benda jatuh angkasa melalui situs http://foss.dirgantara-lapan.or.id/orbit. Dari peta yang ditampilkan, ada garis berwarna hijau yang menunjukkan bahwa UARS berada di ketinggian 150-200 km. Peta ini menunjukkan pemantauan sejak 1 jam yang lalu hingga 1 jam ke depan.
Jika gambar di peta menunjukkan warna kuning, artinya benda antariksa itu berada di ketinggian 122-150 km. Menurut LAPAN, pada umumnya suatu benda dikatakan jatuh jika ketinggiannya mencapai 122 km. Tapi suatu benda antariksa dikatakan dalam posisi membahayakan penduduk Indonesia jika pantauan garisnya menunjukkan warna merah, di mana ketinggiannya sudah mencapai 90-122 km.
"Meski melintas di Indonesia nanti tapi itu tidak mengindikasikan apa-apa tentang waktu dan lokasi jatuhnya. Hanya pertanda awal bahwa UARS berpotensi jatuh ke Indonesia," sambung Abdul.
"Harap dipahami, kalau sudah warna merah, nah itu kita perlu waspada," imbuhnya.
Menurut bbc.co.uk pada Jumat (16/9), para ilmuwan telah mengidentifikasi kemungkinan ada 26 serpihan yang akan jatuh setelah melewati atmosfer bumi. Serpihan satelit itu bisa menghujani area dengan luas 400-500 km (detik).
Ilmuwan NASA berupaya membuat prediksi akurat tentang di mana satelit ini akan jatuh pada dua jam sebelum sampah itu memasuki atmosfer Bumi. Kepada reporter NASA menyebut, belum pernah ada seseorang yang terluka akibat benda yang masuk ke Bumi lagi dari luar angkasa.
Jika menemukan serpihan satelit itu, masyarakat tidak diperkenankan untuk menyimpannya atau menjualnya di eBay. Sebab satelit itu merupakan properti yang dimiliki Pemerintas AS.
UARS diluncurkan pada 1991 oleh pesawat ulang alik Discovery dan dinonaktifkan pada 2005. UARS ini lebih kecil daripada Skylab, satelit yang kembali memasuki atmosfer Bumi pada 1979. Skylab ini lebih berat 15 kali dari UARS. Satelit tersebut jatuh di Australia Barat, dan AS harus membayar biaya bersih-bersih pada pemerintah Australia.
Sedangkan Sputnik 2 jatuh ke Bumi pada 1958. Benda ini terbakar habis saat masuk kembali ke bumi. Peristiwa masuknya Sputnik 2 kembali ke Bumi dapat dilihat banyak orang lantaran meninggalkan jejak bunga api berwarna cerah di belakangnya.
Nyatanya !?